Setiap kejadian kecil pun ada hikmahnya …




Senin, 14 Juni 2021

BERKEBUN SEBAGAI SARANA TERAPI

 




Bagi sebagian orang, berkebun adalah hobi.
Sebagian lagi, karena untuk dijual lagi.
Tapi berkebun bagiku adalah sarana terapi.
Gardening for healing..

Sebenarnya dari kecil aku suka menanam bunga.
Misalnya ketemu bunga cantik saat main ke rumah teman, nanti bijinya atau tunas kecilnya kuminta lalu ditanam di rumah.
Bunganya yg gak mahal-mahal kayak sekarang pastinya, cuma bunga pukul 4, tapak dara, matahari, pacar air, dan yg paling mudah : bunga tahi ayam 🤭
Bijinya banyak dan pastinya yang punya jg gak sayangan kalau mau ngasih.

Beranjak dewasa, bermainnya tidak lagi di kebun tapi di lingkungan organisasi.
Tidak punya waktu untuk serius merawat, jadi alasan waktu itu.
Cukup lama, bahkan sempat enggan setiap kali diminta sekedar menyapu halaman yang notabene banyak sekali rumput dan sampah dedaunan.
Hingga akhirnya, setelah wafatnya ibu, aku kembali menekuni hobi berkebun lagi.
Awalnya alasanku karena sayang jika bunga peninggalan almarhumah tidak dirawat.
Tapi lama-lama itu jadi terapi juga.

Setiap kali menyentuh bibit bunga, menggemburkan tanah, atau membersihkan rumput-rumput luar, aku lupa dengan masalah-masalahku sejenak.
Aku justru teringat bagaimana ibuku rajin merawat tanamannya hampir setiap hari.
Semakin banyak tanamanku dan terawat baik, semakin ku merasa beliau masih ada bersamaku dan tersenyum padaku.
Mungkin tidak semua orang merasakan hal yg sama, tapi aku punya sentimen seperti itu.

Terapi berkebun juga bisa dilakukan untuk anak-anak yang tantrum atau remaja yang bermasalah.
Energi yg berlebihan dan rasa frustasi bisa diarahkan untuk mengolah tanah kebun.
Kalau pernah nonton drama jepang Great Teacher Onizuka pasti pernah melihat bagaimana Onizuka muda dihukum oleh gurunya.

Onizuka adalah siswa SMU yg kurang pandai secara akademik, suka berkelahi dan selalu emosi.
Tapi dia punya rasa keadilan yang tinggi dan setia kawan.
Suatu hari dia hampir dikeluarkan dari sekolah karena terlalu sering bermasalah.
Salah seorang guru pria merasa bahwa Onizuka masih bisa 'diselamatkan'.
Sang guru meminta agar onizuka hanya diberi skor lalu membawanya ke kebun di belakang sekolah dan menyuruhnya mencangkul.

Awalnya Onizuka menolak dan mengamuk, tapi sang guru akhirnya bisa memaksanya.
Onizuka terpaksa mencangkul sambil emosi, melampiaskan semua kemarahan dan frustasinya pada tanah kebun.
Setiap hari dia harus melakukan itu di sekolah, saat teman-teman yang lain justru sibuk belajar.

Setelah tanah gembur, mulailah sang guru menyuruhnya menanam bibit bunga dan sayur.
Lalu menugasinya untuk rajin menyiram dan memberi pupuk.
Yg tadinya masih terpaksa, lama-lama menjadi rutinitas dan sedikit demi sedikit onizuka jarang marah.

Dan ketika satu per satu tanaman berbunga, onizuka merasakan hatinya bahagia dan damai melihat hasil kerja kerasnya membuahkan hasil.
Barulah sang guru memanggilnya dan menjelaskan mengapa onizuka dihukum berkebun.
Sang guru ingin melembutkan hati Onizuka dan membuatnya menghargai segala sesuatu di sekitarnya.
Dan sang guru percaya Onizuka adalah anak yang baik.

Onizuka yg selama ini selalu dicap anak bermasalah, ketika diperlakukan sangat baik oleh sang guru jadi merasa terharu.
Dan dia pun bertekad, kelak dia ingin menjadi guru yang hebat seperti gurunya, yang membantu anak-anak bermasalah menemukan tujuan hidup mereka.

See?
Meskipun ini cerita fiksi, tapi saya yakin ada hikmah yang bisa kita petik.
Pastinya di luar sana ada lebih banyak cerita real yang jarang disorot orang.
Apapun tujuan mereka melakukannya, berkebun yang kembali menjadi tren sejak pandemi melanda ini, semoga terus memberi manfaat.