Kesetiaan pada Allah
Membahas
tentang kesetiaan, akan membawa kita pada dimensi yang sangat luas. Tidak berhenti pada kesetiaan terhadap pasangan hidup
kita, isteri terhadap suami atau suami terhadap isteri. Lebih dari itu,
kesetiaan kita sebagai seorang hamba. Kesetiaan kepada Allah SWT. Kesetiaan
yang tidak mengenal dimensi ruang dan waktu. Kesetiaan yang berujung pada
keikhlasan.
Seringkali kita
melupakan kewajiban sebagai seorang hamba. Kita mudah dilenakan oleh kesenangan
duniawi sesaat. Tanpa kita sadari, apakah beberapa menit ke depan kita masih
diberi kesempatan untuk menghirup segarnya udara kehidupan.
Firman Allah
SWT.: “
Katakanlah: “ Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah
yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan
diri (kepada Allah)”. (QS. Al An’am: 162-163).
Rangkaian kata-kata tersebut sering
kita ucapkan langsung kepada Allah dalam setiap sholat kita. sebagai bukti
kesetian dan kepasrahan diri kita seutuhnya kepada Allah. Setia dan rela hanya
Allah-lah Tuhan kita. Dengan begitu kita sudah menyatakan kepatuhan segalanya
untuk Allah, sholat, ibadah, hidup, bahkan mati pun hanya untuk Allah semata.
Betapa setianya kita setiap kali itu diucapkan dalam sholat. Kesetiaan yang
sekaligus perwujudan kepasrahan kepada Allah. Hanya Allah-lah yang berhak
mengatur kita, hanya Allah lah yang berhak dan wajib disembah dan ditaati
segala perintah dan larangan-Nya.
Tidak diragukan
lagi, tanda terpenting dari kesetiaan adalah kepatuhan. Kepatuhan merupakan
sifat penting orang beriman sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an, merupakan
kunci untuk mendapatkan rahmat Allah guna memperoleh surga dan meraih
kemenangan atas orang kafir.
" Taatilah Allah dan Rasul, semoga kamu diberi
rahmat." (QS.Al-Imran:132)
" Itulah Hukum Syariat Allah. Barangsiapa yang patuh
kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya dimasukkan-Nya ke syurga yang banyak
mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di sana. Dan itulah
keberuntungan yang sangat besar." (QS.An-Nisa:13)
Dalam keadaan
bagaimanapun juga, orang mukmin hendaknya berkomitmen untuk senatiasa patuh.
Orang munafikpun dapat patuh tetapi hanya pada keadaan yang tidak terlalu keras
dan tidak terlalu banyak syaratnya. Namun pada saat sulit dan penuh masalah,
hanya orang mukmin sejatilah yang tetap bertekun pada ketaatan mereka. Allah
memberitahu kita tentang orang-orang munafik yang hidup di jaman Nabi. Mereka
sulit untuk berperang di jalan Allah. Namun mereka mau bergabung ketika ada
"keuntungannya dan mudah perjalanannya"
” Berangkatlah ke medan perang dalam
keadaan suka dan duka dan berjuanglah dengan harta dan jiwa ragamu di jalan
Allah! Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Jika ajakanmu itu
kepada satu keuntungan yang mudah diperoleh dan jarak perjalananpun terasa
dekat pula tentu mereka mengikutimu. Tetapi
jika perjalanan yang kamu anjurkan itu terasa amat jauh oleh mereka. Mereka
akan bersumpah dengan nama Allah: "Kalau kami sanggup, tentulah kami
berangkat bersama-sama denganmu". Cara yang demikian itu akan membinasakan
jiwa mereka sendiri, karena Allah mengetahui bahwa mereka betul-betul berdusta.” (QS.At-Taubah:41-42)
Kemenangan
orang beriman atas orang kafir juga bergantung pada kepatuhan mereka pada Rasul
dan para pemimpin mereka. Sebagai jawaban atas kepatuhan mereka, Allah
mendukung orang-orang beriman dan memberi mereka kemenangan yang mulia. Akan
tetapi jika mereka tidak patuh, mereka kehilangan kekuatan atas orang kafir.
Kesetiaan
dalam Dakwah
Hanya kesetiaanlah yang dapat
mengokohkan perjalanan dakwah ini. Kesetiaan yang menjadikan pemiliknya sabar dalam menghadapi cobaan dan
ujian. Menjadikan mereka optimis menghadapi kesulitan dan siap berkorban untuk
meraih kesuksesan. Kesetiaan yang menghantarkan jiwa-jiwa patriotik untuk
berada pada barisan terdepan dalam perjuangan ini. Kesetiaan yang membuat
pelakunya berbahagia dan sangat menikmati beban hidupnya. Setia dalam
kesempitan dan kesukaran. Demikian pula setia dalam kelapangan dan kemudahan.
Kesetiaan yang
ada pada mereka merupakan indikasi kuat daya tahannya yang tangguh dalam dakwah
ini. Sikap ini membuat mereka stand by menjalankan tugas yang terpikul di
pundaknya. Mereka pun dapat menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Bila
ditugaskan sebagai prajurit terdepan dengan segala akibat yang akan dihadapinya,
ia senantiasa berada pada posnya tanpa ingin meninggalkannya sekejap pun. Atau
bila ditempatkan pada bagian belakang, ia akan berada pada tempatnya tanpa
berpindah-pindah.
Itulah contoh
orang yang telah membuktikan kesetiaannya pada dakwah lantaran keyakinannya
terhadap janji-janji Allah swt. Janji yang tidak akan pernah dipungkiri sedikit
pun. Allah swt. telah banyak memberikan janji-Nya pada orang-orang yang beriman
yang setia pada jalan dakwah berupa berbagai anugerah-Nya.
Kesetiaan pada Islam dan Kaum Muslimin
Yang
mengantarkan orang sampai kepada kedudukan abdal (kedudukan antara quthb dan
awtad dalam hirarki auliya’), adalah kesetiaan yang tulus kepada seluruh kaum
Muslim. Kesetiaan yang tulus ditampakkan pada upaya untuk menjaga diri dari
perbuatan yang merendahkan, menghinakan, mencemooh atau memfitnah sesama
Muslim.
Belum
dinyatakan setia kepada Islam sebelum orang meninggalkan keakuannya. Banyak
orang merasa berjuang untuk Islam, walaupun yang diperjuangkan adalah
kepentingan akunya, kepentingan kelompoknya, kepentingan golongannya. An-nashihat lil muslimin (kesetiaan yang tulus kepada
kaum Muslim) melepaskan keakuan seorang mukmin. Ia memberinya kejujuran dalam
ketaatan, ketulusan niat, dan kebersihan hati. Ia juga yang mengantarkannya
kepada kedudukan tinggi di sisi Allah.