Setiap kejadian kecil pun ada hikmahnya …




Tampilkan postingan dengan label sajak2 najwa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sajak2 najwa. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 April 2012

BALADA KERETA SENJA


Kulihat mata-mata terlelap, 
di antara tubuh yang duduk berjejalan, 
dilangkahi kaki-kaki para pencari rizki, 
diselimuti asap rokok dan pengap udara. 

Tak jauh darinya, 
wajah-wajah penuh lelah juga tersandar lemah pada dinding berkarat 
yang bergoyang-goyang sesuai laju kereta. 

Inilah sebuah realita kehidupan yang nyata di sebuah negara merdeka, semu... 
Tetap saja terjajah (oleh saudara sebangsanya sendiri). 
Di luar sana, suara-suara menyayat hati mengemis meminta sekeping harapan, 
hanya untuk hidup malam ini (mungkin?)

Ya Rabbi, 
betapa harusnya aku bersyukur atas nikmat-Mu selama ini. 
Layakkah aku tidur nyenyak, 
sedangkan di luar sana banyak mata yang tak pernah bisa benar-benar terpejam?

(Dini hari, perjalanan kereta ke Jakarta)

Jumat, 06 Januari 2012

-->> SAJAK RINDU <<--

Aku tak tahu makna hadir"mu",
Hingga tiba hari di mana kita tak mampu lagi untuk
Duduk bersama melantunkan tembang-tembang indah,
atau tak jemu-jemunya bercerita hingga pagi datang,
atau sekedar berkeliling menikmati pemandangan sore kota Jogja...

Aku tak faham berharganya pribadi"mu",
Hingga suatu hari aku seperti orang gila
yang tersenyum-senyum sendiri mengenang
Gerak-gerikmu yang unik nan lincah penuh semangat,
atau rambutmu yang seperti brokoli tiap bangun tidur,
atau lagu India yang selalu kau senandungkan sepanjang waktu...

Aku tak mengenali cinta"mu",
Hingga akhirnya aku menyadarinya di tiap kerinduanku akan
Foto dan status yang kau update tentang kita,
atau sms dan telponmu yang ceritanya ngalor ngidul kemana-mana,
atau panggilan konyolmu setiao kali kita jumpa...

Semua tentang"mu" adalah hidupku,
Kau tak hanya teman,
Kau bukan hanya sahabat,
Bahkan kau lebih dari saudara,
"KAU" adalah "bagian dari diriku yang takkan terpisah
dan tak mampu dilepaskan dari sejarah hidupku".
-------------------------------------------------------------------
Rumah Cinta, LovEthniCapella

Rabu, 17 Agustus 2011

“ ODE NUSANTARA “


Inilah negeri,
Gugusan pulau kelapa dan melati,
Zamrud khatulistiwa ia digelari,
Bangsa ramah nan berbudi.
Merdeka atas inisiatif sendiri,
Berdaulat karena berjuang, bukan diberi.
Negeri berkah kurnia Illahi,
Gemah ripah loh jinawi.
Segenap jiwa raga berjanji,
Bhinneka Tunggal Ika selalu terpatri.

Inilah negeri,
Yang penuh orang-orang berani.
Orang-orang yang kecil,
Tapi begitu bernyali.
Orang-orang yang segera bangkit,
Setelah jatuh berkali-kali.
Orang-orang yang selalu berlari,
Walau harus tersungkur lagi.
Orang-orang yang meski bergelung nyeri,
Namun matanya tetap mencari mentari.
Orang-orang yang menyalakan hati,
Tuk temukan kehidupan yang lebih berarti.
Orang-orang yang siap mengabdi,
Yang di dadanya tersemat janji :
MERDEKA atau MATI !!!

---------------------------------------------
Jambi, 17 Ramadhan 1432 H

Kamis, 18 Maret 2010

# RAPALAN DOA SANG PENDOSA #


Duhai Allah,
Penyandang Kuasa,
Pemancar Cahaya,
Maha Raja,
Tumpuan Segala Daya.
Engkaulah Pembangun kokoh tujuh langit
Serta gemintang meteor yang berkejaran menghias angkasa,
Engkaulah Pembentang bumi menghampar langit
Di mana lembah dan tanah subur pula berada,
Engkau gerakkan tujuh lautan mendebur ombak
Tempat bahtera berlayar pulang dan pergi,
Engkau tundukkan matahari mengiringi purnama
Berputar seperti malam mengejar pagi,
Engkau jamin segala binatang di segenap daratan
Engkau jamin rezeki segala yang di lautan.


Duhai Pemilik Cinta,
Pada senja di bentara senja cinta-Mu,
Pada hari di salah satu hari kedekatan-Mu,
Satu dari ciptaan-Mu menggantungkan harapan,
Berlindung kepada-Mu untuk tidak menyekutukan.
Kala laksa alpaku membumbung,
Kutahu ampunan-Mu luas membentang.
Kala kusuguhkan diri pada kehendak nafsu,
Betapa aku melumpur dalam kawah sesalku.
Engkau tahu kefakiranku,
Sudikah Kau dengar detak permohonanku ?
Jika Engkau tangkal asaku,
Lantas ke manakah aku menumpu ?
Sungguh mengingat karunia-Mu melipur lara,
Sedang mengingat khilafku mengalirlah airmata.
Sekutu cinta menekur doa sepanjang malam,
Kala sekutu hampa mendengkur kelam.
Tak putus kukejar ketaqwaan,
Tuk meniti tapak ampunan.
Jika kusalah menapak karena kebodohan,
Mampukah hilang tegas puncak kegelisahan ?
Sejak kucurahkan seutuh pikir merapal puji,
Kutemukan Engkau teristimewa yang selamatkan diri.
Jika Engkau tak membimbingku merengkuh Surga,
Pastilah kaki ini terantuk jatuh menggelepar di Neraka.
Kuabdikan diri pada-Mu dengan selaksa puji,
Mengampun dosa sepanjang usia lewat syair dan bakti.
Maka sayangilah aku sebesar rahmat-Mu,
Hapuslah dosaku laksana laksa kasih-Mu.
Aku bersalah hanya kepada-Mu,
Kuadukan keburukan yang kuperbuat pada-Mu,
Agar menunduk patuh pada firman-Mu,
Dan merunduk pasrah pada ketentuan hukum-Mu.

 

Duhai Tumpuanku,
Pada anugerah-Mu melekat harapku,
Kala segenap keluarga dan harta tak menyata guna.
Aku menumpu pada kasih-Mu,
Kala datang hadangan manusia.
Jika Kau curahkan ampunan padaku,
Takkan tersisa beban dosa di pundakku.
Bila telah kusinggahi rumah pusara,
Tak ada ayah dan bunda kan kutemui di sana.
Kala segenap kematian ditebar,
Urat-urat leher segala makhluk bergetar.
Maka jadikan kematian sebagai misteri terbaik yang kunantikan,
Dan jadikan pusara sebagai rumah idaman yang kumakmurkan.

 

Ya Allah,
Sungguh Engkau Penghulu dan Sumber kelembutan bagi para wali-Mu,
Serta Penghulu dan Sumber kemuliaan bagi orang yang pasrah pada-Mu,
Engkaulah yang membuat aku ada dan tiada,
Engkaulah yang melihat gerak detak dan suara jiwa,
Rahasiaku menampak nyata,
Sedang rinduku pada-Mu senantiasa,
Bawalah aku kepada-Mu,
Dan jagalah aku tuk selalu taat pada-Mu di sisa umurku.
Hanya pada-Mu aku menuju,
Mencari ridho-Mu, bukan yang semu
Jika takdir-Mu telah mendekatiku,
Berkahi aku kala menghadap-Mu.
Segala puji bagi-Mu dengan pujian yang senantiasa baru,
Tak pernah usang,
Tak berbilang.
Amin……….





Rabu, 13 Januari 2010

Apa Kabar, Dinda ?

Apa kabar, Dinda?
Semalam aku tak tidur memikirkanmu. Islam belum mendarah daging di belia tubuhmu. Tertunda masih shalatmu. Terbata kadang tilawahmu. Materi semata hidupmu.
Aku sedih, teramat sedih. ..
Karena aku belum pandai mengenalkan agama  ini padamu, belum ikhlas menjadi teladan akhlak bagimu, belum gigih menemani langkah mudamu.
Dan aku rindu, sangat rindu……

Apa kabar, Dinda?
Sepagian aku menangis memikirkanmu. Islam belum mendarah daging di belia usiamu. Pada orang tua, tinggi bicaramu. Pada pengetahuan, enggan pedulimu. Ingin selalu menang tabiatmu.
Aku sedih, teramat sedih…
Karena aku selalu tak sabar menghadapimu, selalu malas mendampingi belajarmu, selalu meremehkanmu.
Dan aku rindu, sangat rindu….

Apa kabar, Dinda?
Aku menangis karena ternyat Islam belum mendarah daging di tubuh rentaku.
Namun, izinkan aku untuk terus memupuk bibit iman ini hingga suatu saat buahnya dapat kau nikmati. Agar sedih ini terobati. Karena aku rindu, sangat rindu…
Dan bila nanti aku bertanya: Apa kabar, Dinda?
Ku ingin kau menjawab : Islam adalah darah dagingku!



Senin, 28 Desember 2009

DI KAKI BUKIT

Di kaki bukit bergunung batu
Di lembah yang penuh berkah
Ku menangis tersedu-sedu
Memanggil-manggil namamu

Di kaki bukit bergunung batu
Di lembah yang penuh berkah
Terguncang-guncang pundakku
Mengadukan sgala dukaku

Lihatlah di sana
Palestina teraniaya
Disiksa, dihina
Terluka, ternoda
Terusir dari negrinya

Lihatlah di sini
Nusantara menangis lagi
Gempa menghampiri
Banjir mendatangi
Dengan saudara saling memusuhi

Andai kau ada di sisi
Kau besarkan hati kami
Dengan janji Yang Maha Tinggi
Hingga kami bangkit berani

Andai kau ada di sisi
Kau persaudarakan kami lagi
Saling cinta-menyintai
Melebihi darah sendiri

Tapi kini kau telah pergi
Tinggallah kami sendiri
Luka hati smakin tak terperi
Tak ada yang mengobati

Di kaki bukit bergunung batu
Di lembah yang penuh berkah
Tak putus-putus airmataku
Menahan rindu kepadamu

Ya Rasulullah
Ke mana kami adukan semua ini ?

" 7 tahun Masehi... "


7 tahun masehi…
Aku masih membisu,
Mengungkung rindu dalam raga beku,
Mengekang amarah hingga lelah,
Gamang,
Sejak kau ucapkan kata : aku akan pulang

Sepenggal episode hadir menjelang
Desember yang kelam
Selepas rembulan 23 Ramadhan
Aku tergugu,
Menyesali sejumput semu
Yang buatku kehilanganmu,
Nuraniku…
Seketika aku mati
Bersama jasadmu yang sewangi melati

7 tahun masehi…
Aku masih berlari
Mengejar bayangmu yang kadang menghadiri,
Berharap kau ada di sisi,
Menemani,
Sayang kau tlah pergi
Dan aku kembali mati

Demi bintang,
Kembalikan jiwaku yang lapang,
Biar kuwarnai semesta hingga benderang
Agar kututup senja berselimut tenang
Sebelum mengucap kata : aku akan pulang


Rabu, 02 Desember 2009

Bunda, kata orang....


Bunda,
Kata orang kau sudah tua…
Keriputmu menghiasi muka
Dengan gelombang putih di kepala
Namun bagiku,
Kau tetap terlihat belia…
Karena pendar wajah bercahaya
Jejak wudhu yang tak pernah alpa

Bunda,
Kata orang kau juga janda…
Pendamping tercinta tiada
Dan tinggallah dua permata
Namun bagiku,
Kau pengantin muda
Yang menanti setia suatu hari-Nya
Bersua pujangga di taman Surga


Bilik Najwa, 2 Desember 2009
03:55 WIB

Sajak "Ibu"

Ibu,
ruh yang membangkitkan rasa
menggelorakan rasa
menentramkan jiwa

Ibu,
Kata yang menginspirasi
mengetuk nurani
ekspresi cinta sejati

Ibu,
muara yang tak pernah kering
mengucap hening
berbulir bening

Ibu,
prosa wibawa
tak kenal putus asa
syair humanis
senantiasa menangis
kasihnya tak berbalas
sayangnya sungguh ikhlas

Dialah sahabat terbaik di dunia
guru terbijak di semesta
izinkanlah daku meminta
dengan segenggam doa sederhana
"Smoga Ibu slalu disayang-Nya"

Kamis, 22 Oktober 2009

LELAKI RUMAH PAPAN













Ialah lelaki rumah papan,
Dengan hijau teduh melingkupi warna pekarangan.











Seteduh mata yang mulai keruh,
Mengimbangi tubuh yang kian sepuh.
--------------------------------------

Ialah lelaki rumah papan,
Dengan 6 putra karunia Tuhan.









Tak pernah mengeluh meski tubuh bersimbah peluh,
Justru senyumnya semakin menyentuh.
----------------------------------
 -------------











Ialah lelaki rumah papan,
Dengan kesederhanaan yang jadi pegangan.











Baginya kemewahan adalah musuh,
Yang buat ia dan Tuhannya semakin jauh.
---------------------------------------------

Ialah lelaki rumah papan,
Dengan jiwa yang slalu penuh harapan.









Sedangkan aku ???
Ke mana jiwa yang dulu merangkak maju ?
----------------------------------------------