Aku tak tahu makna hadir"mu",
Hingga tiba hari di mana kita tak mampu lagi untuk
Duduk bersama melantunkan tembang-tembang indah,
atau tak jemu-jemunya bercerita hingga pagi datang,
atau sekedar berkeliling menikmati pemandangan sore kota Jogja...
Aku tak faham berharganya pribadi"mu",
Hingga suatu hari aku seperti orang gila
yang tersenyum-senyum sendiri mengenang
Gerak-gerikmu yang unik nan lincah penuh semangat,
atau rambutmu yang seperti brokoli tiap bangun tidur,
atau lagu India yang selalu kau senandungkan sepanjang waktu...
Aku tak mengenali cinta"mu",
Hingga akhirnya aku menyadarinya di tiap kerinduanku akan
Foto dan status yang kau update tentang kita,
atau sms dan telponmu yang ceritanya ngalor ngidul kemana-mana,
atau panggilan konyolmu setiao kali kita jumpa...
Semua tentang"mu" adalah hidupku,
Kau tak hanya teman,
Kau bukan hanya sahabat,
Bahkan kau lebih dari saudara,
"KAU" adalah "bagian dari diriku yang takkan terpisah
dan tak mampu dilepaskan dari sejarah hidupku".
Semalam aku tak tidur memikirkanmu. Islam belum mendarah daging di belia tubuhmu. Tertunda masih shalatmu. Terbata kadang tilawahmu. Materi semata hidupmu.
Aku sedih, teramat sedih. ..
Karena aku belum pandai mengenalkan agama ini padamu, belum ikhlas menjadi teladan akhlak bagimu, belum gigih menemani langkah mudamu.
Dan aku rindu, sangat rindu……
Apa kabar, Dinda?
Sepagian aku menangis memikirkanmu. Islam belum mendarah daging di belia usiamu. Pada orang tua, tinggi bicaramu. Pada pengetahuan, enggan pedulimu. Ingin selalu menang tabiatmu.
Aku sedih, teramat sedih…
Karena aku selalu tak sabar menghadapimu, selalu malas mendampingi belajarmu, selalu meremehkanmu.
Dan aku rindu, sangat rindu….
Apa kabar, Dinda?
Aku menangis karena ternyat Islam belum mendarah daging di tubuh rentaku.
Namun, izinkan aku untuk terus memupuk bibit iman ini hingga suatu saat buahnya dapat kau nikmati. Agar sedih ini terobati. Karena aku rindu, sangat rindu…
Dan bila nanti aku bertanya: Apa kabar, Dinda?
Ku ingin kau menjawab : Islam adalah darah dagingku!