(Prologue)
Izinkanlah aku bercerita
Sebuah kisah yang telah engkau tahu
Dari kaca TV dan di dada-dada akhbar
Kau sendiri melihat dan mendengarinya, bukan?
Penginayaan satu bangsa terhadap satu bangsa yang lain
Beginilah apabila kemanusiaan di penghujung kewarasan Merengkok tubuh mungil
Diatas pasir berbumbung langit
Entah apalah dosanya
Rebah dihinggap peluru yang tak bermata
Berkawat lasykar angkuh
Dibalik jentera perisainya
Berselendangkan senjata
Tiada belas nuraga nun dihatinya
c/o
Dunia bagai pejamkan mata
Serta terpasung tangannya
Tidak mampu berbuat apa
Sedangkan mungkar beraja ... oh
(ohh mengapa? .... ohhh)
(Monologue)
Netzarim, Khan Yunis, Gaza, Jenin, Nablus dan sepanjang tebing barat
Hari demi hari
Lasykar angkuh ini terus mengganas mencari mangsanya
Kanak-kanak atau orang tua
Tidak mengapa
Pada mereka sama sahaja!!! Mengalir darah merah
Di atas bumi suci Anbia
Laungan Intifada
Bergema membakar
Semangat perjuangan
Solo dan ulang c/o
(Epilogue)
Sampai bila...?
Sampai bilakah penindasan dan
kekejaman ini akan berterusan?
Sampai bilakah bumi Anbia ini akan terus
menyaksikan pertumpahan darah?
Sampai bila rakyatnya harus terus
terkapai-kapai mencari keadilan dan kebebasan?
Tiba-tiba saja syair itu terlantun dengan mulusnya dari lisanku dan mataku sembab karenanya. Syair lagu yang awalnya sangat tidak berkenan di hatiku, kini seperti teman pelipur lara. Bukan tanpa sebab, rasa kecewa itu datang setelah sekian lamanya ku tahan. Dan aku sudah tak ingin lagi untuk terus-menerus bersikap manis. Sesekali aku ingin luapkan perasaan terluka ini. Aku ingin protes, berteriak, mengatakan apa yang kuinginkan selama ini. Aku ingin didengarkan. Aku ingin diperhatikan. Aku lelah untuk terus mengalah. Aku lelah jadi tempat mengadu, tapi tak pernah bisa sebaliknya. Dan bla, bla, bla.........
Tapi, apa yang kulakukan ?
Aku hanya menangis di tepat tidur, memeluk guling. Sesenggukan sambil lirih menyanyikan syair lagu ”Itulah persahabatan” yang penyanyinya tak kuketahui siapa. Ya, aku tetap saja menahannya di sini. Di hati ini dan di ruangan kecil yang biasa disebut orang sebagai kamar tapi bagiku adalah ’istana’. Pengecut !! Aku menangis dan terus menangis hingga kelelahan. Akhirnya tertidur.
Esoknya, aku akan terbangun dengan masih menyimpan luka. Meskipun bisa tersenyum, tapi sebenarnya aku tak memperhatikan mereka secara diam-diam. Meskipun bercanda dan tertawa, tapi kutahu hatiku hambar. Dan aku berusaha untuk menjaga jarak dari mereka sampai aku benar-benar merasa sendiri. Ya, sendiri mungkin adalah pilihan yang lebih baik. Bukankah aku terlahir ke dunia seorang diri, menjalani hidup sendiri dan akan mati seorang diri juga ??? Lalu, mengapa aku harus mengharapkan ada seseorang atau banyak orang untuk menemaniku ? Impossible !!! Aku yakin aku masih bisa bertahan meskipun seorang diri. Aku pasti kuat !
Tiba-tiba aku merasa sangat sendirian. Apa-apa kukerjakan sendiri, kufikirkan sendiri, hingga aku jadi pusing sendiri. Setiap kali ada yang berusaha menolongku, ku tolak dengan alasan aku bisa melakukan semuanya sendiri tanpa harus dibantu siapapun. Padahal, sebenarnya aku butuh. Tapi entahlah, sepertinya ego masih menguasaiku. Dan aku menjadi sangat kesepian. Apakah aku butuh teman ?
Malam ini aku merasa suntuk sekali. Tiba-tiba mataku tertuju pada rak buku sebelah atas, tempat buku-buku diary-ku bersembunyi. Sepertinya sudah lama aku tak menyentuhnya. Entah karena aku terlalu sibuk atau terlalu malas untuk hanya sekedar menulis 1 kata saja. Ku buka halaman pertama, kutemukan secarik kertas. Oh ya, itu adalah ucapan selamat milad dari salah satu sahabatku. Agak konyol juga karena dia menempelkan foto-fotoku di sana dan mengomentarinya dengan kata ’kadang nar-ziz’, ’sok imut’, dan sebagainya. Tapi, ada sebait kalimat yang membuatku tertegun :
Imam ash-Sidiq as berkata ” Saudaraku yang aku paling cintai adalah orang yang membuatku sadar akan kesalahan-kesalahanku”
(Bihar al-Anwae jilid 74, Hal 282)
Aku jadi ingat. Beberapa sahabat kadang menegur atas kesalahanku, tapi seringnya aku marah dan menolak untuk disalahkan. Atau aku mendengarkan namun sebenarnya diam-diam membenci orang tersebut dalam hati. Dan aku jadi mengambil jarak dengan mereka. Tapi kalau dipikir-pikir, sebenarnya mereka baik. Bukankah artinya mereka peduli dan perhatian padaku ?
Entah kenapa aku jadi terkenang semua hal yang pernah kulakukan dengan mereka. Hunting makanan pedes sampai perut mules n duit di kantong ludes, ngobrol macem-macem sampai dini hari n besoknya jadi nguaaaantuk bangettt ! Tukeran oleh-oleh dari mudik lebaran, nyiapin kado milad n kartu ucapan (niatnya mau agak mellow tapi malah jadi ngeledek). Atau bikin lirik lagu, saling berkirim tausyiah, dan masih banyak lagi. Meskipun kadang juga suka berantem pas lagi rapat atau kepanitiaan, saking bingung atau capeknya. Maklum, sensitivitas tinggi.
Hhhh.............
Tiba-tiba aku jadi sangat rindu semua itu. Aku jadi ingin kembali menyapa, tersenyum dan bercanda dengan mereka. Tapi, bagaimana jika aku kembali dikecewakan ???
Eits, tunggu dulu.
Kecewa ???
Mengapa aku bisa kecewa ???
O ......... ya, tentu saja aku jadi kecewa.
Bukannya selama ini aku melakukan sesuatu yang baik untuk saudaraku dengan harapan agar aku pun diperlakukan sama baiknya oleh saudaraku ?
Dan ketika aku tidak mendapatkan apa yang kuharapkan, aku pun kecewa.
Kecewa dengan buta, tanpa melihat lagi kebaikan-kebaikan sahabatku.
Menjadi sangat membenci mereka, padahal mereka sangat peduli dan sayang padaku.
Gak adil ya...................
Tidak semua manusia mengerti s’gala perasaan
Yang ada di hati kita
Tidak pula dapat selalu memahami
Gejolak jiwa yang ada di hati kita
Janganlah selalu mengharapkan orang lain harus mengerti akan perasaanmu
Walaupun ia adalah sahabat karibmu sendiri
Karena perasaan adalah bahasa hati
Yang akan berubah di setiap waktu
Tiba-tiba aku teringat lirik lagunya Maidany, ’Bahasa Jiwa’.
Astaghfirullah......................
Apa yang kulakukan terhadap sahabatku, ya Allah ......?
Tulisan ini nyata, ku persembahkan buat sahabat-sahabat semua yang telah hadir dan ikut mewarnai duniaku. Memberikan sejuta kenangan full hikmah yang tak bisa tergantikan oleh apapun. Mohon dimaafkan segala kekurangan n mohon doanya supaya bisa lebih dewasa dalam menata diri.
Special toex Menoel, Voldemort, Wafa n Adiex : Jazakumulloh khoir, kalianlah inspirasi itu .........
Afwan namanya disamarkan, takut ntar terkenal melebihi aku. Hehe, peace (^_^)v
Setiap hari, ketika bangun dari tidur. Kuazzamkan dalam hati, hari ini adalah lembaran baru. Jangan pernah menyesali hari kemarin, karna yang kemarin takkan kembali lagi. Apa yang salah dengan hari kemarin, jangan pernah diulangi lagi hari ini. Bismillah, hari ini harus lebih baik dari hari kemarin........
Ku di sini karna kau yang memilihku
Kusadari, bahwa adanya diriku di dunia ini karena Kau telah memilih untuk meng’ada’kanku . Dan sangat kusadari, semua warna dalam hidupku, senang maupun susah juga karna Kau yang memilihkannya untukku. Dan kuyakin, pilihan-Mu itulah yang terbaik, meskipun kadang di mataku terasa sangat buruk. Kau yang menciptakanku, pastilah Kau yang tau apa yang terbaik buatku....
Tak pernah ku ragu akan cintamu
Sedikitpun, seharusnya tak pernah ada keraguan yang muncul di hati ini akan cinta-Mu. Sesulit apapun jalan hidup yang Kau pilihkan untukku, pastilah itu Kau pilihkan atas dasar cinta-Mu. Bodohnya, seringkali diri tersandung dan langsung menganggap bahwa tak ada cinta-Mu untukku. Padahal ketika ku berkhianat sekalipun, Kau masih menegurku. Harusnya kupahami, teguran-Mu adalah bukti cinta yang seharusnya tak patut ku ragui...
Inilah diriku dengan melodi untukmu
Maka, saat ini saksikanlah.............
Diri yang masih sehitam jelaga dan sehina lumpur ini akan berusaha untuk selalu mencintai-Mu. Berharap akan diputihkan dengan ampunan-Mu dan dimuliakan dengan kasih sayang-Mu. Izinkan kumainkan melodi penghambaanku, mendentingkan nada-nada rinduku akan ridho-Mu. Semua ini hanya untuk-Mu...........
Dan bila aku berdiri tegar sampai hari ini
Bukan karna kuat dan egoku
Bila saat ini aku masih ada di dunia, bukanlah karna aku kuat. Bila sampai detik ini aku masih bertahan dari banyaknya godaan, itu bukanlah karna aku hebat. Dan selama nafas masih Kau izinkan tuk berhembus, aku tak akan pernah menyerah kalah dan ini bukanlah karna egoku.
Semua karena cinta
Semua karena cinta
Karena cinta-Mu, aku ada..............
Karena percaya cinta-Mu, aku bertahan.............
Karena berharap cinta-Mu, aku takkan menyerah................
Karena dahsyatnya kekutan cinta-Mu, aku kan selalu berusaha tuk jadi yang terbaik bagi-Mu............
Tak mampu diriku dapat berdiri tegar
Aku tahu, diriku lemah..........
Aku sadar, diriku bodoh...........
Aku faham, diriku hina............
Aku sangat bergantung kepada-Mu. Tanpa-Mu, siapalah aku ???
Tiada daya serta upaya melainkan karna pertolongan-Mu.
Karena itu............
Trima kasih, Cinta..........
Terima kasih, atas segala Cinta yang Kau berikan.
Segala puji hanya bagi-Mu, Rabb Semesta Alam.
Maha Pengasih dan Penyayang.
Penguasa Hari Pembalasan.
Hanya pada-Mu ku menyembah dan memohon pertolongan.
Sengaja ambil judul yang sama
dengan sebuah acara reality di sebuah stasiun TV terkemuka, yang juga memakai
lagunya grup band terkemuka (apa hayoo.....???)
Acara ini
memfasilitasi orang yang dulunya memiliki kekhilafan dan ingin meminta maaf
dengan orang-orang yang dulu pernah didzoliminya. Beberapa kali saya melihat
episode acara ini, kebanyakan terjadi penolakan atas permintaan maaf tersebut.
Ada yang secara halus, tidak jarang pula menggunakan kekerasan. ” Begitu
mudahnya meminta maaf setelah melakukan banyak kesalahan? ”, begitu ucapan yang
sering terdengar. Sakit hati akibat pendzoliman yang dialami kadang membuat
orang tidak begitu mudah memaafkan. Padahal saya sudah salut pada orang yang
berani untuk mengakui kesalahannya, kemudian bertaubat dan meminta maaf sembari
memperbaiki kesalahannya.
Jadi
teringat pembicaraan di radio MQ pas sesi Nuansa Malam. Saat itu membahas
tentang mulia mana : Orang yang meminta maaf atau yang memaafkan ? Ada yang
berpendapat, lebih mulia orang yang meminta maaf karena butuh keberanian yang
luar biasa untuk mengakui kesalahan dan khilaf diri sendiri kepada orang lain.
Terkadang ego seseorang menghalangi dirinya untuk meminta maaf. Jika seseorang
berani untuk meminta maaf, itu artinya ia sudah mulai bisa menundukkan egonya.
Banyak pula
yang bilang mulia orang yang memaafkan, karena menurut mereka pada saat yang bersalah meminta maaf, bisa saja orang
yang terdzolimi tersebut membalas perbuatannya (menurut hukum qishas). Tapi
apakah itu berguna? Apakah akan menyelesaikan masalah? Jangan-jangan malah semakin mempersulit
keadaan. Bukankah lebih baik memaafkan dan menyambung silaturahim? Allah saja
yang Maha Berkuasa juga adalah Maha Pemaaf dan Penerima Taubat, seharusnya
manusia yang tak memiliki kuasa apapun harus bisa pula memaafkan. Seperti
firman Allah dalam Al Qur’an :
” (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. “ (QS. Ali Imran : 134)
“ Jika kamu
melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu
kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa.”(QS. An Nisa : 149)
“ Dan
Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Asy Syura : 25)
“ Dan
balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa
memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya
Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
(QS. Asy Syura : 40)
“ Tetapi
orang yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diutamakan.”
(QS. Asy Syura : 43)
Jadi, mana
yang mulia? Saya sepakat pada pendapat segelintir orang (yang berfikir bijak
kayaknya) yang mengatakan, baik meminta maaf maupun memaafkan, dua-duanya
adalah perbuatan mulia. Karena keduanya merupakan perbuatan yang dimulai dari
kesadaran iman kemudian dilanjutkan dengan perbuatan baik lainnya yang akan
menimbulkan kemaslahatan. Dengan catatan, semua dilakukan dengan ikhlas. Hanya
semata mengharap ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sekarang, mari kita bermuhasabah.
Sudahkah kita meminta maaf atas khilaf kita hari ini? Atau sudahkah kita
memaafkan kesalahan orang lain? Pastinya yang nomor satu adalah meminta ampunan
kepada Allah, kemudian orang tua dan kerabat dekat. Ayo, lakukan sekarang juga!
Jangan ditunda-tunda! Karena tak ada yang abadi dalam hidup ini, kecuali Allah.