Setiap kejadian kecil pun ada hikmahnya …




Rabu, 17 Februari 2010

' Orang yang Tercipta dari Emas dan Misik '


Sufyan ats Tsauri pernah berkata : “ Siapa yang ingin melihat orang yang diciptakan dari emas dan misik, hendaklah ia melihat Al Khalil bin Ahmad.”

Ats Tsauri juga berkata : “ Kami pernah berkumpul bersama para sastrawan di Makkah, lalu kami membicarakan para ulama. Kemudian mereka menyanjung dan menyebut keunggulan para ulama di daerah mereka masing-masing. Sampai tiba giliran mereka menyebut keunggulan Al Khalil, lalu salah sau dari mereka hanya mengatakan : Al Khalil adalah orang Arab yang paling cerdas. Dia adalah kunci ilmu dan banknya. “

Muhammad bin Salam mengatakan : “ Aku pernah mendengar guru-guru kami berkata : Setelah era Sahabat Nabi saw, tidak ada orang yang lebih cerdas dari Al Khalil di lingkungan Arab. “

Ibnu Hibban menyatakan : “ Dia (Al Khalil) adalah hamba Allah yang paling sederhana (zuhud) dan baik ibadahnya. “

Yaqut al Hamawi di dalam kitabnya Mu’jamal Ubada’  menyatakan : “ Dia (Al Khalil) adalah pemimpin para sastrawan dalam hal keluasan ilmu dan zuhudnya. “

Al Ashbahani mengatakan : “ Filosof negara Islam, Al Khalil bin Ahmad.

# Siapakah AL KHALIL BIN AHMAD ? #

Pada akhir abad pertama Hijriyah, tepatnya tahun 100 H lahirlah Al Khalil bin Ahmad Al Farahidi. Semenjak kecil terdidik dalam kebajikan dan keshalihan. Ia berguru kepada bintang dari para ulama yang cemerlang. Ia tumbuh sebagai sosok yang berilmu, tekun ibadah jauh dari maksiat dan bertaqwa kepada Allah. Ia selalu melaksanakan haji dan berjuang di jalan Allah silih berganti tiap-tiap tahunnya sampai meninggal dunia. Artinya, jika tahun ini ia menunaikan ibadah haji maka tahun depan ia berjuang di jalan Allah dan seterusnya. Dan itu semua tidak mengganggu ketekunannya menuntut ilmu. Ia seorang mujtahid dan peneliti. Tidak ada pintu ilmu yang belum pernah ia masuki dan tidak ada jalan pemahaman yang belum pernah ia lalui. Ia sangat suka bangun menjelang subuh untuk mengkaji ilmu dan ia mendapat banyak berkah serta kemudahan ilmiah dari waktu tersebut. Maka ia mengatakan : ” Kondisi paling jernih pada pikiran manusia terjadi pada waktu sahur (menjelang Subuh). ”

Ia dikenal memilki pandangan ilmiah yang tajam. Karena ia dapat menangkap pentingnya spesialisasi ilmu supaya dapat dikuasai secara mmpuni dan membuat inovasi di dalamnya. Inilah yang membuatnya berkata pada salah satu muridnya : ” kalau kamu ingin mempelajari ilmu untuk dirimu sendiri, maka kumpulkanlah sedikit-sedikit dari semua disiplin ilmu. Tetapi kalau kamu ingin menjadi orang nomor satu di bidang ilmu, maka kamu harus menempuh satu jalur  ilmu saja. ”

Ia benar-benar mempraktikan kaidah emas ini, yaitu fokus menekuni bidang ilmu Bahasa Arab. Sehingga ia adalah imam dalam ilmu Nahwu dan maestro dalam bidang syair-syair Arab. Ia mengambil apa yang pernah ditulis tentang ilmu nahwu  lalu menyeleksinya dan menyempurnakan bab-babnya. Muridnya yang cerdas yaitu Sibawaih, kemudian menyempurnakan cabang-cabangnya, memperbanyak dalil-dalilnya dan syahid-syahidnya. Ia menyusun kitab yang akhirnya menjadi imam bagi kitab-kitab yang ditulis sesudahnya mengenai ilmu nahwu. Al Khalil sangat menyukai Sibawaih. Ia menyambut Sibawaih dalam majlisnya seraya berkata : ” selamat datang, wahai pengunjung yang tiak menjemukan ”. Al Khalil mengajarkan Ilmu Bahasa Arab dari beberapa buku yang ditulisnya dengan tulisan kecil, sedangkan imu Nahwu ia diktekan dari otaknya. Subhanallah.

Meskipun ia seorang pakar, namun ambisi intelektualnya tidak pernah berhenti. Ia mulai mencari inovasi baru. Ketika ia menunaikan ibadah haji, di tengah doa dan airmata jama’ah haji, Al Khalil meminta sesuatu yang lain daripada yang lain : ” Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar Engkau berkenan memberiku ilmu yang belum pernah Engkau berikan kepada orang lain sebelum aku, dan tidak diambil selain dariku ”.

Setelah pulang ke rumahnya di Bashrah, Al halil mulai berfikir untuk menciptakan ilmu baru. Ia berkeliling di jalan-jalan dan pasar-pasar untuk mencari inspirasi dan ide baru. Ketika ia memasuki kawasan tukang tembaga yang membuat beragam wadah dari tembaga, ia mendengar tukang-tukang tersebut memukuli wadah dengan irama tertentu dan terhitung. Ia berkata dalam hati : ” Apakah masuk akal bila para tukang tembaga itu memiliki irama dan nada, padahal mereka buta huruf atau terlihat seperti orang buta huruf, sementara para penyair di dalam membuat syair-syairnya tidak memiliki nada dan irama tertenu ?”. Kemudian ia mulai berkonsentrasi untuk mengkaji syair Arab untuk mengenali iramanya dan mengidentifikasi nadanya. Ia menyendiri di dalam rumah, kemudian mulai mengetuk-ngetuk baskom yang terbuat dari tembaga dengan lidi sambil berkata : ” Faa’ilun mustaf’ilun fa’uulun” sampai berkali-kali. Saudaranya yang tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, lantas pergi ke masjid sambil mengatakan kepada orang-orang bahwa Al Khalil telah gila dan mengajak mereka masuk ke rumahnya. Ketika ia ditanya perihal kegilaannya, Al Khalil menghampiri saudaranya seraya bersyair :

” Andai engkau tahu apa yang kuucapkan, engkau pasti memaklumi aku
  Atau engkau tahu apa yang kau ucapkan, aku pasti menyalahkanmu
  Tetapi engkau tidak mengerti ucapanku, maka engkau menyalahkan aku
  Dan aku tahu bahwa engkau tidak mengerti, maka aku pun memaklumimu. ”

Al Khalil terus mempelajari wazan (nada-nada) syair Arab selama beberapa waktu tanpa menghiraukan komentar orang. Sampai akhirnya Allah memberinya taufiq dan ia berhasil menemukan 15 wazan. Ia meyebutnya bahar syair dan ilmu ini ia sebut Ilmu ’Arudh. Dengan ilmu ini, seorang penyair atau kritikus syair bisa menilai mana syair yang benar atau salah.

Selain ilmu ini, ia juga menghimpun kosa kata bahasa Arab dalam satu kitab (kamus) agar orang-orang dapat memahami arti kata-kata yang sulit. Uniknya, ia menyusun tiap kata bukan berdasarkan urutan huruf hijaiyah sebagaimana kamus bahasa Arab lainnya melainkan berdasarkan makhraj (tempat keluar) huruf-huruf hijaiyah tersebut, mlai dari dalam tenggorokan hingga ujung lidah. Ia memulai dari huruf ’ain yang keluar dari tenggorokan bagian bawah, sehingga kamus ciptaannya disebut Kitabul ’Ain. Tanpa disadari, ia telah meletakkan dasar-dasar ilmu bunyi  dan ia orang pertama yang membahas tentang kaidah ilmu Tajwid.

Al Khalil memang prototipe ilmiah untuk ilmuwan inovatif dan pemikir cerdas. Di Bashrah, ada seorang tabib yang sangat piawai meracik rerumputan untuk membuat obat mata. Ketika tabib itu meninggal dunia, orang-orang tidak bisa lagi mendapatkan obatnya dikarenakan mereka tidak menemukan catatan resepnya. Al Khalil kemudian meminjam wadah yang biasa dipakai untuk meramu obat mata milik sang tabib dan menciumi sisa-sisa rerumputan yang ada pada wadah tersebut. Sambil mencium, ia menyebut satu demi satu jenis rerumputan sampai berjumlah 15 jenis rumput. Ia lalu bertanya pada tabib lain mengenai dosis dan perbandingannya untuk diramu menjadi obat mata tersebut. Obat tersebut langsung dibuatnya dan masyarakt merasakan manfaatnya seta memanfaatkannya seperti sedia kala. Belakangan, mereka menemukan tulisan sang almarhum tabib yang menyebutkan ramuan obat itu terbuat dari 16 jenis rumput termasuk 15 jenis yang disebutkan Al Khalil.

Salah satu bukti kecerdasan dan kepintarannya adalah ketika ia sdang bepergian dan bertemu seorang rahib di dalam sebuah sinagog yang ada di tengah padang pasir. Saat ia meminta izin untuk memasuki sinagog, ia ditanya oleh sang rahib mengenai 3 hal. Satu, bagaimana mungkin Allah itu ada sedangkan kita tidak melihatnya? Kedua, bagaimana bisa manusia akan makan dan minum di dalam Surga tanpa membuang hajat, sedangkan di dunia hal tersebut mustahil terjadi. Ketiga, bagaimana bisa kenikmatan Surga tidak akan habis sedangkan ia tidak pernah melihat sesuatu yang tidak ada habisnya?

Kemudian Al Khalil menjawab :
” Untuk menjawab masalah keberadaan Allah, aku membuktikannya melalui perbuatan-perbuatan yang menunjukkan keberadaanNya. Contohnya dapat disimak pada ruh yang ada di dalam tubuh makhluk hidup. Kita bisa merasakan kehadirannya, padahal tidak pernah tahu di mana letak ruh itu, bagaimana bentuknya, bagaimana ciri-cirinya dan esensinya. Kita melihat manusia mati ketika ruh itu keluar, padahal kita tidak merasakan ada yang keluar dari jasadnya. Tentang penghuni Surga yang tidak membuang hajat, bukankah anda tahu bahwa janin itu makan di dalam perut ibunya tanpa perlu membuang hajat. Sedangkan mengenai kenikmatan Surga yang tak ada habisnya, kita menemukan bahwa kita memulai hitungan dari angka satu dan jika terus menghitungnya maka hitungannya tak terhingga.”
Kemudian rahib itu membukakan pintu untuk Al Khalil dan menjamunya dengan baik.

Meskipun sangat cerdas, ia tidak pernah menyombongkan diri kepada orang lain. Ketika ia sedang berjalan dengan seorang temannya, sandal milik temannya putus lalu temannya itu menentengnya dan berjalan tanpa alas kaki. Maka Al Khalil pun ikut melepas sandalnya dan berjalan tanpa alas kaki pula. Ia juga rendah hati kepada pesaing-pesaingnya. Ketika di bashrah terjadi perdebatan antara dirinya dan Abu Amr bin Ala’ (gurunya) dan banyak orang yang menyaksikan, ia memilih untuk diam agar citra gurunya tidak rusak. Ia tidak pernah membalas perbuatan para penguasa yang mencari gara-gara padanya. Ia tak segan menggeser posisi duduknya dan berbagi alas duduk bersama muridnya. Ia juga menegur secara halus kepada muridnya yang daya tangkapnya sangat lambat dalam mempelajari wazan syair Arab, melalui sebuah syair yang berbunyi :
Kalau kamu tidak bisa menguasai sesuatu, tinggalkanlah
Dan beralihlah kepada sesuatu yang bisa kamu kuasai.

Ia pernah mengatakan : ” ada tiga hal yang bisa melupakan musibah : lewatnya malam, wanita cantik dan bercengkerama dengan orang-orang besar. ”

Ia juga pernah berkata : ” seseorang tidak akan mengetahui kesalahan gurunya sampai ia berbicara dengan orang lain. ”

Dan ia pernah berpesan kepada salah satu muridnya : ” Amalkanlah ilmuku dan jangan memandang amalku. Ilmuku akan bermanfaat bagimu tapi keteledoranku tidak akan merugikanmu. ”

Al Khalil bin Ahmad adalah orang yang paling zuhud, paling baik hati, dan paling teguh menjaga kehormatan dirinya. Ia hidup hanya dari kebun peninggalan ayahnya, padahal murid-muridnya mendapat banyak uang dari ilmunya. Ia lebih memilih Akhirat, sehingga salah seorang muridnya berkata : ” Ilmu dan buku-buku karya Al Khalil telah dimakan oleh dunia, sementara ia di dalam gubuknya dan tidak merasakannya. ”

Ia sering melantunkan bait berikut :
Wa idzazftaqarta iladz dzakhaa iri lam tajid
Dzukhran yakuunu kashaalihil a’mal
( Bila anda membutuhkan tabungan
  Tak ada tabungan yang bisa seperti amal shalih )

Syair-syairnya yang menunjukkan keterikatan hatinya dengan Akhirat antara lain :
Dan sebelum kamu dokter telah mengobati pasiennya
Lalu pasiennya hidup, dan dokternya meninggal dunia
Jadi, bersiaplah menghadapi tempat kebinasaan
Karena yang akan datang itu sudah dekat masanya

Ia juga mengatakan :
Ia tidak lain hanyalah malam kemudian siangnya
Tahun demi tahun dan bulan demi bulan
Kendaraan yang mendekatkan yang baru menjadi usang
Mendekatkan organ tubuh orang-orang mulia ke liang kubur
Meninggalkan istri  pencemburu untuk orang lain
Dan membagikan harta yang dimiliki oleh orang kikir

Dalam doanya, ia selalu mengatakan : ” Ya Allah, jadikanlah aku bagian dari orang yang paling tinggi derajatnya di sisi-Mu, jadikanlah aku bagian dari makhluk-Mu yang paling rendah di dalam diriku, dan jadikanlah aku bagian dari makhluk-Mu yang tengah-tengah di sisi manusia. ”

Di kota Bashrah pada tahun 170 Hijriyah, sebenarnya Al Khalil ingin menciptakan cara baru yang bisa menyederhanakan ilmu hitung bagi orang awam dan anak-anak serta dapat diajarkan dengan mudah kepada mereka. Ia memiliki kebiasaan pergi ke masjid untuk memikirkan masalah-masalah keilmuan. Suatu ketika, ia mondar-mandir di dalamnya sambil memikirkan inovasinya yang baru dan saking asyiknya, tiba-tiba ia menabrak salah satu tiang masjid dengan kerasnya. Al Khalil terjengkang ke belakang dan mengalami gegar otak. Nyawanya melayang di haribaan masjid yang suci dalam kondisi sibuk memikirkan ilmu yang bermanfaat bagi orang banyak.

Semoga Allah menyayangi Al Khalil bin Ahmad dan menjadikannya sebagai bagian dari makhluk yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah. Amin ....



Sumber :
Be a Genius Teacher ( Mendidik dengan Kreatif ) seri 1 karya Abdullah Muhammad Abdul Mu’thi
Cetakan pertama / Juni 2008. Terbitan Pustaka Elba, Surabaya.