Setiap kejadian kecil pun ada hikmahnya …




Selasa, 08 Juni 2021

NILAI KEPERCAYAAN

 



Suatu ketika, seorang teman pernah menyeletuk : "Ibumu baik banget, anaknya boleh merantau dan dak pernah maksa kamu untuk jadi PNS atau cepat-cepat nikah."

Waktu itu saya cuma bisa tersenyum sambil bilang, "Ibuku supporter terbaikku."


Sekarang, setelah Ibu berpulang, saya memikirkan kembali kata-kata teman tersebut.
Dan saya semakin bersyukur memiliki ibu yang luar biasa.
Bersama ayah, beliau telah mendidik saya menjadi pribadi yang independen.

Dulu saat Ayah masih hidup, saya lebih dekat dengan beliau.
Saya adalah putri kesayangannya.
Ayah adalah orang pertama yang langsung memberi respon positif setiap kali saya melakukan sesuatu, sekecil apapun.
Memberi apresiasi jika saya berhasil, menguatkan ketika saya gagal.
Menasehati ketika saya overwork, menegur ketika lalai.
Membantu setiap kali saya kesulitan.
Mungkin karna ayah juga belajar ilmu parenting, cara mendidiknya lembut tapi tegas.
Beliau selalu mensupport semua keinginan saya, yang baik-baik tentunya.

Ketika saya ingin ikut pramuka, beliau dengan senang hati mengantar pergi latihan atau menjenguk saat ada kemping.
Ketika saya ikut kegiatan organisasi di sekolah dan remaja madjid, beliau sangat senang bahkan mengizinkan saya pergi ke beberapa acara bersama teman-teman.
Bahkan ketika saya ingin masuk sekolah asrama, beliau tak lelah menemani saya menanti pengumuman penerimaan hingga tengah malam.
Meskipun sedih hanya bisa bertemu setiap hari Minggu, beliau selalu memasang wajah bangga setiap kali menjemput saya di asrama.
Bangga karena anaknya mau belajar hidup mandiri.
Bersama beliau, saya tak takut untuk memiliki keinginan, mimpi ataupun pendapat.
Dan karena kepercayaan dari beliau, saya menjadi pribadi yang percaya diri dan berusaha untuk bertanggung jawab atas kepercayaan yang telah beliau berikan.

Setelah Ayah tiada, barulah saya menyadari bahwa selama ini ada silent supporter di samping ayah.
Ibu memang tak pintar berbahasa seperti ayah, lebih sering blak-blakan dan mudah khawatir.
Tapi diam-diam beliau selalu mensupport saya dan menyiapkan semua keperluan saya.
Meskipun suka ngomel tiap kali pulang kemping bawa baju super kotor dan susah dibersihkan, atau terkadang ngeluh saat anaknya lebih sering di luar rumah, beliau tidak pernah menyuruh saya berhenti.
Karna beliau tau saya menikmatinya dan yang saya lakukan itu baik untuk saya.

Bahkan ketika saya memilih kuliah di luar kota, beliau selalu berusaha memenuhi kebutuhan saya.
Uang saku selalu rutin dikirim, tidak banyak tetapi saya upayakan cukup.
Kalaupun habis sebelum waktunya, saya tidak berani meminta kecuali setelah ditanya.
Saya coba cari sampingan untuk menutupi kekurangan, tapi kepada ibu bilangnya mencari pengalaman.
Saat itu telpon interlokal cukup mahal, tapi ibu upayakan menelepon 2 kali sebulan.
Mengingat beliau yang mudah khawatir, sehingga saya jadi tak tega untuk mengabarkan ketika sakit atau mengalami kesulitan.
Beliau sudah melakukan banyak hal untuk saya, cukuplah saya tidak menambahkan bebannya.

Selesai kuliah dan sebelum menginjak kepala 3, ibu sempat khawatir dengan saya yang belum menikah ataupun memiliki pekerjaan tetap.
Siapa bilang beliau gak cerewet, bahkan beliau hampir maksa kok..
Tapi dasar anaknya yang berkemauan keras, saya punya prinsip untuk 2 hal tersebut (terimakasih atas didikan ayah-ibu saya, hehe).
Saya coba memahamkan prinsip-prinsip ini setiap kali beliau coba untuk membujuk saya.
Awalnya sering terjadi clash, maklum sama-sama keras hati.

Tapi ketika usia menginjak kepala 3, saya akhirnya faham dengan kekhawatiran beliau dan mencoba lebih lembut membahasakan keinginan saya.
Saya juga mulai memperbaiki kuantitas quality time kami dan lebih banyak mendengarkan beliau.
Alhamdulillah, akhirnya beliau mengerti dan berkata bahwa beliau akan terus mendoakan yang terbaik buat saya.
Meskipun hingga akhir hayatnya, saya belum bisa memenuhi keinginan beliau, tapi saya yakin ibu tidak kecewa dengan saya.
Karena ibu adalah pendidik sejati.

Dari pengalaman saya ini, saya menemukan banyak hikmah.
Tapi saya ingin menyoroti tentang nilai kepercayaan orang tua kepada anaknya.-
Orang tua yang memberi kepercayaan dan mensupport anaknya sejak dini, akan melahirkan anak yang percaya diri, mandiri dan bertanggung jawab.
Anak yang bertanggung jawab akan mendapat lebih banyak lagi kepercayaan dari orang tuanya, termasuk ketika menentukan pilihan penting dalam hidupnya.
Jadi ada siklus, ada hubungan timbal-balik.
Dan bonding antara keduanya juga mempengaruhi kualitas komunikasinya.

Jika sekarang anda adalah seorang anak yang tidak diizinkan ortunya merantau atau menentukan pilihan hidupnya setelah dewasa, tanyakan pada diri anda sendiri :
1. Apakah anda sudah cukup dekat dengan orang tua?
2. Apakah anda sudah cukup mandiri dan bertanggung jawab untuk lepas dari pengawasan orang tua?
3. Apakah anda sudah berusaha berkomunikasi dengan baik?

Jika anda adalah orang tua yang belum bisa mengizinkan anaknya merantau atau menentukan pilihan hidupnya sendiri, coba juga tanyakan pada hati anda :
1. Sudahkah anda cukup dekat dan paham karakter anak anda?
2. Sudahkah anda melatih kemandiriannya selama ini?
3. Apakah anda akan terus 'menyuapinya' hingga akhir hayat anda?

Jika jawaban pertanyaan-pertanyaan di atas adalah mayoritas tidak atau belum, segera perbaiki jika anda ingin ada perubahan.
Karena keadaan tidak akan berubah kecuali anda yang mengubah persepsi dan sikap anda.