Setiap kejadian kecil pun ada hikmahnya …




Sabtu, 01 Agustus 2009

Tak Ada yang Abadi

Sengaja ambil judul yang sama dengan sebuah acara reality di sebuah stasiun TV terkemuka, yang juga memakai lagunya grup band terkemuka (apa hayoo.....???) 

Acara ini memfasilitasi orang yang dulunya memiliki kekhilafan dan ingin meminta maaf dengan orang-orang yang dulu pernah didzoliminya. Beberapa kali saya melihat episode acara ini, kebanyakan terjadi penolakan atas permintaan maaf tersebut. Ada yang secara halus, tidak jarang pula menggunakan kekerasan. ” Begitu mudahnya meminta maaf setelah melakukan banyak kesalahan? ”, begitu ucapan yang sering terdengar. Sakit hati akibat pendzoliman yang dialami kadang membuat orang tidak begitu mudah memaafkan. Padahal saya sudah salut pada orang yang berani untuk mengakui kesalahannya, kemudian bertaubat dan meminta maaf sembari memperbaiki kesalahannya.



Jadi teringat pembicaraan di radio MQ pas sesi Nuansa Malam. Saat itu membahas tentang mulia mana : Orang yang meminta maaf atau yang memaafkan ? Ada yang berpendapat, lebih mulia orang yang meminta maaf karena butuh keberanian yang luar biasa untuk mengakui kesalahan dan khilaf diri sendiri kepada orang lain. Terkadang ego seseorang menghalangi dirinya untuk meminta maaf. Jika seseorang berani untuk meminta maaf, itu artinya ia sudah mulai bisa menundukkan egonya.

Banyak pula yang bilang mulia orang yang memaafkan, karena menurut mereka pada saat yang bersalah meminta maaf, bisa saja orang yang terdzolimi tersebut membalas perbuatannya (menurut hukum qishas). Tapi apakah itu berguna? Apakah akan menyelesaikan masalah? Jangan-jangan malah semakin mempersulit keadaan. Bukankah lebih baik memaafkan dan menyambung silaturahim? Allah saja yang Maha Berkuasa juga adalah Maha Pemaaf dan Penerima Taubat, seharusnya manusia yang tak memiliki kuasa apapun harus bisa pula memaafkan. Seperti firman Allah dalam Al Qur’an :

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran : 134)

Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa.” (QS. An Nisa : 149)

Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Asy Syura : 25)

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy Syura : 40)

Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy Syura : 43)


Jadi, mana yang mulia? Saya sepakat pada pendapat segelintir orang (yang berfikir bijak kayaknya) yang mengatakan, baik meminta maaf maupun memaafkan, dua-duanya adalah perbuatan mulia. Karena keduanya merupakan perbuatan yang dimulai dari kesadaran iman kemudian dilanjutkan dengan perbuatan baik lainnya yang akan menimbulkan kemaslahatan. Dengan catatan, semua dilakukan dengan ikhlas. Hanya semata mengharap ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sekarang, mari kita bermuhasabah. Sudahkah kita meminta maaf atas khilaf kita hari ini? Atau sudahkah kita memaafkan kesalahan orang lain? Pastinya yang nomor satu adalah meminta ampunan kepada Allah, kemudian orang tua dan kerabat dekat. Ayo, lakukan sekarang juga! Jangan ditunda-tunda! Karena tak ada yang abadi dalam hidup ini, kecuali Allah.

Setiap manusia di dunia pasti punya kesalahan
Hanyalah yang pemberani yang mau mengakui
Setiap manusia di dunia pasti pernah sakit hati
Hanya yang berjiwa satria yang mau memaafkan