Perlahan menyelami palung hatimu
Mengendap tenggelam dalam gelombang simpatikmu
Ku merangkak menggapai dasar sukmamu
Di mana kejujuran terendap berkarang
Mencoba mengukir segores nama pada pasir putih
Antara deru dan buih
Air pasang berlalu menghapus goresan sebuah nama
Sajak enam skala tanda
Aku melihat...
Mendengar alunan bayu mampu menggugurkan dedaunan rindu
Dan terjatuh tepat di bukit sudut hatimu
Diam-diam, aku nyalakan dian sebagai pelita
Menyala... benderang dalam jiwamu
Dalam kidungmu
Tak pernah aku memaki kesal
Tak berulah...
Namun telah banyak berkilah
Resah tak bertepi, aku kini...
Ketika di sana tak menjumpai ukiran namaku
Nan maklum siapa diriku …
Seorang musafir yang tertatih
Berkelana
Laksana matahari mencuri senja
Ibarat awan mencuri hujan
Perlahan mencari sebuah bayangku dalam cerminmu
Mengapa diriku hampa?
Aku terpana ... memandang teduh paras asamu
Subhanallah...
Dzikir sujudku berkristal mengucap Asma-Nya
Sendiri menyepi
Rohku bukan temaram sinar
Jasadku terbias pesona
Sungguh amat tak layak
Menyanding elok jiwamu
Menghirup harum nafas cintamu
Terasa tak pantas …
Bertahta di singgasana kalbumu…
Ku bungkam rapat relung bibir ku
Agar bisik galau kalbuku
Tak terlantun menghampirimu
tak terarak mengganggumu
tak berlafaz memanggilmu
Kini cukuplah aku menjadi musafir
yang hanya mengikuti bayanganmu
terhanyut terbawa geliat air
terhuyung bersama butiran pasir
Ku kan menjadi sang surya bersama rintik hujan
Yang melukis pelangi dari kepingan awan
Menggambar mentari dari pecahan bintang
Tak ku jumpai namaku dalam hatimu
Karna aku ragu saat itu
Berkata jujur padamu
Tak kujumpai namaku dalam sajak PENAmu
Dalam sajak kalbumu
Karena semua kesalahanku
Yang bias kelabu
Yang bisu membeku
Engkau mencoba mengeja sebuah nama hampaku
Tak sedikitpun tereja bernada olehmu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Aku ingin mencintaimu sewajarnya
Seperti sajak nama yang pernah diucap hujan pada pelangi
Indah tak pernah terganti lagi
Aku menelusuri lorong kenyataan
Dan kau melayang di atas mimpi sebagai sebuah harapan
Aku menitipkan padamu sajak ini
Dia tercipta denganmu
sudah berhenti dalam satu tapak langkah ini
Lupakan aku ... mawar
Maafkan aku ... sekar
Telah aku melukai kesederhanaan cintamu
Pena merangkai kata kini
Mengurai ruas kata
Syahdan..
Bait syair putih jiwamu menanyakan kembali
Bertanya... berlalu...
Andai waktu itu menjawab tanya polosmu
Tak akan terjadi gerimis pada mata itu
dalam sketsa babak tanpa lagu selalu
Yogyakarta, 3 Mei 2009;
Secret Admired