Kulihat mata-mata
terlelap,
di antara tubuh yang duduk berjejalan,
dilangkahi kaki-kaki para
pencari rizki,
diselimuti asap rokok dan pengap udara.
Tak jauh darinya,
wajah-wajah penuh lelah juga tersandar lemah pada dinding berkarat
yang
bergoyang-goyang sesuai laju kereta.
Inilah sebuah realita kehidupan yang nyata di sebuah negara merdeka, semu...
Tetap
saja terjajah (oleh saudara sebangsanya sendiri).
Di luar sana, suara-suara
menyayat hati mengemis meminta sekeping harapan,
hanya untuk hidup malam ini
(mungkin?)
Ya Rabbi,
betapa
harusnya aku bersyukur atas nikmat-Mu selama ini.
Layakkah aku tidur nyenyak,
sedangkan di luar sana banyak mata yang tak pernah bisa benar-benar terpejam?
(Dini hari, perjalanan kereta ke Jakarta)