Muslim
Fair baru saja berakhir, tapi euphoria bukunya masih tetap terasa. Maklum,
pecinta buku. Rasanya sudah tidak sabar menunggu IBF besok Maret. Masih banyak
buku yang belum dibeli, sekitar 30 judul dalam daftar buku yang wajib dimiliki.
Mumpung masih di Jogja, mencari buku-buku best seller atau yang terbaru akan
sangat mudah. Belum lagi diskon yang besar-besaran terutama di hari terakhir
pameran. Meskipun mesti merogoh kocek sangat dalam, demi buku yang bermanfaat
gak jadi persoalan. Toh, manfaat bukunya lebih mahal dari harganya dan akan
sangat berguna untuk kehidupan selanjutnya. Siapa tahu malah bisa buat mengisi
kembali kantong yang kosong.
Ngomong-ngomong
soal membeli buku, sempat melakukan survey beberapa kali sebelum benar-benar
memutuskan untuk membelinya. Yang pertama, menentukan buku mana yang layak atau
yang benar penulis serta muatannya. Maklum, isi buku kan bisa mempengaruhi
pikiran pembacanya, maka memilih buku yang benar sudah jadi syarat utama.
Tentukan juga penerbitnya, soalnya banyak penerbit yang menerbitkan buku yang
sama dengan tampilan yang berbeda. Untuk mengetahuinya, bisa tanya orang-orang
yang faham seperti orang yang lebih tua atau yang sudah memiliki. Yang kedua,
tentukan harganya. Yang namanya mahasiswa, rata-rata mencari yang lebih murah
tapi tidak murahan. Harga ya nomor dua setelah kualitas. Kadang mesti
mondar-mandir dari satu stand ke stand lain cuma untuk membandingkan harga,
meski lama-lama pegel juga. Tapi begitu si buku yang diidam-idamkan telah
dimiliki, rasa pegel itu serta merta lenyap berganti kebahagiaan yang tak mampu
terucap. Kok bisa ya sampai segitunya sama buku. Ya iyalah, namanya juga cinta
buku. Hehe.
Soal
cinta buku, Abdullah Muhammad Abdul Mu’thi menuliskan dalam bukunya ‘Be a Genius Teacher’ bahwa seseorang
tidak akan dikatakan pecinta ilmu sebelum mencintai bukunya daripada bajunya.
Adalah Syaikh Ahmad Al Hijjaz, karena tidak punya uang sampai melepas sebagian
pakaiannya lalu ia jual untuk membeli buku yang dilihatnya. Itu karena ia
adalah penggila buku. Syaikh Al Hafizh Ibnu Daqiqil Ied
yang pernah
menjabat Hakim Agung abad ketujuh Hijriyah, membeli kitab Asy Syarhul Kabir
berjumlah 12 jilid seharga 1000 dirham padahal ia tidak kaya bahkan pernah
berhutang. Itu saking cintanya pada buku. Subhanallah
Beberapa ciri orang yang kecintaan pada bukunya tinggi adalah :
1. Bukunya itu lebih berharga
daripada bajunya. Ia tidak akan rela membiarkan bukunya berdebu, atau dijadikan
alas duduk demi melindungi bajunya dari debu.
2. Rasa gembira yang luar biasa
ketika ada buku baru yang bermanfaat, apalagi buku yang tebal dan
berjilid-jilid. Seolah-olah tidak akan kehabisan ilmu darinya.
3. Menangis ketika kehilangan
syaikh/ulama yang mulia atau kehilangan buku yang disukai. Seorang ulama Mesir
pernah mengadakan acara berkabung selama satu bulan ketika mengetahui ada kitab
terbaik yang digunakan sebagai pembungkus sayur-mayur, padahal itu adalah kitab
langka yang dicari-carinya selama ini.
4. Anak-anak lebih senang terhadap
buku daripada permen atau mainan. Seorang anak di Kanada pernah menolak permen
dari seorang penulis besar, dan ia justru meminta buku. Subhanallah
5. Buku mampu membuatnya tegar
menghadapi kesulitan hidup dan menghilangkan kesedihan. Seorang anak Belanda
pernah menangis keras dalam perjalanan naik kereta api, ketika ibunya
memberikan buku iapun terdiam dan langsung membacanya dengan gembira.
6. Berkorban demi mendapatkan buku
yang ia butuhkan. Rela mengurangi jatah makannya, menjual pakaian atau atap
rumah pernah dilakukan orang-orang yang cintanya besar pada buku. Asalkan tidak
mendzolimi diri sendiri dan orang lain, berkorban seperti itu masih bisa
dianggap wajar.
Kita
sudah membahas tentang ciri-ciri orang yang kecintaan terhadap bukunya (ilmu)
tinggi. Pertanyaan yang muncul sekarang adalah : Bagaimana caranya mewujudkan
ciri-ciri tersebut ke dalam jiwa kita? Berikut
sarana-sarana praktis yang insya Allah cocok kita gunakan bahkan terhadap
anak-anak :
1. Perpustakaan
di rumah
Allah
SWT berfirman :
“ Dan ingatlah apa yang
dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabimu).
Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (TQS. Al Ahzab : 34)
Melalui
ayat ini, Allah memerintahkan bahwa harus ada program belajar mengajar ilmu
agama di dalam rumah. Dengan kata lain, setiap rumah sebaiknya memiliki forum
ilmiah dan pengkajian agama yang meliputi seluruh anggota keluarga. Agar hal
itu bisa terwujud, setiap rumah harus memiliki perpustakaan. Perpustakaan di
rumah seorang muslim adalah pilar utama yang tidak bisa diabaikan. Meskipun
kecil dan sederhana, namun seiring berjalannya waktu pasti akan berkembang. Hal
ini penting, karena ketika membuka mata dan menemukan banyak buku di
sekitarnya, banyak orang yang membacanya, memperlakukannya dengan hormat akan
membuat hati terpaut pada buku.
Bahkan
tidak ada salahnya membuat perpustakaan khusus untuk si kecil. Hal ini demi
menanamkan rasa cinta dan hormat kepada buku sejak dini, membuatnya terdidik
untuk lebih memprioritaskan buku daripada hal-hal sepele. Bisa dilakukan sejak
usianya 6 bulan, pada usia ini ia sudah mulai belajar membaca. Perhatikan
seleranya, kebanyakan anak laki-laki menyukai kisah kepahlawanan sedangkan anak
perempuan lebih menyukai kisah mengenai hubungan interpersonal dan sentimentil.
Perhatikan pula bahasanya dan bahannya harus kuat.
Pelu
diketahui, bahwa perpustakaan keluarga merupakan salah satu faktor penentu
ketenangan keluarga dan kekompakan anggota keluarga. Sebuah penelitian yang
dilakukan jurusan Psikologi Universitas Ain Syams mengenai hubungan antara
membaca buku dan keharmonisan rumah tangga menunjukkan bahwa 89 % pasangan
suami-istri yang tidak gemar membaca, bertengkar satu kali seminggu. Sedangkan
yang gemar membaca, 67 % jarang bertengkar bahkan hanya 2 kali setahun, itupun
tidak sampai adu mulut atau perang fisik. Nah lho? Jangan-jangan salah satu
sebab KDRT sering terjadi itu karena personil keluarga tidak gemar membaca?
Wallahu ‘alam.
2. Warisan
buku
“
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak
mewariskan uang dinar atau dirham, melainkan mewariskan ilmu. Maka barangsiapa
yang mendapatkannya, berarti ia telah mendapatkan bagian yang melimpah.”(HR. Tirmidzi, Ibnu
Hibban, Abu Daud & Ibnu Majah)
Bagian
yang melimpah dan keberuntungan yang terbesar adalah milik orang yang mewarisi
buku yang bermanfaat dari orang tuanya dan digunakan untuk mendapatkan ilmu
yang bermanfaat. Hal ini tidak hanya memberi manfaat buat yang hidup namun juga
buat yang mati. Amal ilmu yang bermanfaat tidak akan terputus darinya, meski
telah di alam kubur. Generasi dahulu sangat keras upayanya untuk mewariskan
perpustakaan yang berisi kitab-kitab yang bermanfaat dan ilmu-ilmu yang lengkap
untuk keluarganya. Mampukah kita meneladani mereka ?
3.
Prioritasnya buku
a. Upayakan untuk meyisihkan dana
sekecil apapun setiap bulan untuk membeli buku, minimal bulletin atau surat
kabar atau majalah untuk anak-anak.
b.
Belilah buku pada momentum khusus
(hari libur, hari-hari besar, dsb) dan catatlah tanggal pembeliannya di sudut
buku.
c. Berilah hadiah buku untuk
merayakan suatu keberhasilan yang diperoleh, baik untuk pribadi atau orang lain.
d.
Jika memiliki minat tertentu,
daftarkan diri untuk berlangganan majalah atau surat kabar yang berkaitan
dengan minat tersebut.
e.
Manfaatkan kesempatan untuk
mengunjungi toko buku atau stand pameran buku.
f.
Seringlah membeli buku-buku bagus
yang harganya murah, penuhi rumah dengannya.
g.
Berlatihlah untuk membaca
buku-buku yang sulit yang diminati, lama-kelamaan juga pasti akan faham
meskipun harus dibaca berulang-ulang atau terputus-putus dalam beberapa waktu.
h.
Ajaklah anggota keluarga untuk
mengunjungi perpustakaan dan meminjam buku.
4.
Tempat khusus membaca
Para
pakar pendidikan menyarankan agar di setiap rumah disediakan tempat khusus
untuk membaca, bisa halaman rumah yang luas dan rindang, di sela-sela
pepohonan, ayunan, kursi goyang, atau sofa empuk di sudut rumah yang membuat
orang merasa nyaman dan nikmat ketika membaca.
5. Membacakan
untuk anak
Selain
menumbuhkan minat membaca pada anak dan mengajarkan membaca sejak awal, juga
membuat komunikasi di antara orang tua dan anak menjadi langgeng dan harmonis.
Dalam hal ini, yang harus diperhatikan adalah :
a. Bacalah sendiri buku tersebut terlebih dahulu agar anda
faham isinya sebelum membacakannya kepada anak.
b.
Sajikan cerita dengan ekspresif, bisa pula dengan bantuan
alat.
c. Bacakan buku di tempat yang jauh dari hal-hal yang
mengganggu konsentrasinya, seperti televisi. Dudukkan di tempat yang nyaman,
missal dalam pangkuan orang tua.
d.
Bacalah saat anak tidak merasa lapar atau terlalu kenyang.
e.
Bacalah saat anak tidak merasa lelah.
f.
Waktu membaca tidak berbenturan dengan waktu bermain.
g.
Bacalah sebelum anak tidur, dampaknya akan kekal.
h.
Bacalah ketika anak meminta.
i. Jangan bosan membacakan suatu buku yang telah diinginkan
aak, meskipun sudah dibaca berulang-ulang.
j. Tidak ada salahnya seorang guru meluangkan waktu untuk
membacakan sesuatu yang baru untuk murid atau mendengarkan apa yang dibaca
murid.
Alhamdulillah, sejak kecil saya sering
dibelikan majalah anak-anak. Dan sejak itu, minat terhadap buku semakin hari
semakin besar. Bahkan tak jarang ketika persediaan buku bacaan milik sendiri
habis, buku milik orang tua atau teman ikut dilalap juga. Tentu saja bukunya
dipilah-pilih, yang nyambung sama kapasitas otak. Untuk kepemilikan, biasanya
lebih memilih buku-buku nonfiksi. Biar bisa dibaca ulang kapanpun kalau lagi
butuh. Tapi kalau buku-buku fiksi, mendingan minjem aja. Punya sih beberapa,
itupun kebanyakan kumpulan cerpen. Karena kalau soal fiksi, lebih mudah
ditangkap jadinya bosan. Aneh ya, namanya juga selera.
Nah, karena ngakunya cinta buku dan seleranya
sama yang nonfiksi membuatku seringkali mengharapkan bisa dapat hadiah buku
ketimbang hal lain. Apalagi kalau buku tersebut adalah yang kuidam-idamkan
selama ini, bahagianya tak terbayangkan. Lha buku apaan tuh? Banyak, yang
terdaftar aja 30 judul ! Belum yang baru terbit ! Hehe... Beri aku buku ya ! ^_^
Sumber :
Be a Genius Teacher ( Mendidik dengan Kreatif ) seri 1 karya
Abdullah Muhammad Abdul Mu’thi
Cetakan pertama / Juni 2008. Terbitan Pustaka Elba, Surabaya.