Setiap kejadian kecil pun ada hikmahnya …




Jumat, 07 Agustus 2009

HIRARKI BELAJAR


Mengapa suatu Standar Kompetensi (SK) maupun suatu Kompetensi Dasar (KD) harus diajarkan mendahului SK maupun KD lainnya?
Atas dasar apa penentuan itu?
Apakah hanya didasarkan pada kata hati para guru dan pakar saja?

Gagne memberikan alasan cara mengurutkan materi pembelajaran dengan selalu menanyakan pertanyaan seperti ini: "Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia berhasil mempelajari suatu pengetahuan tertentu?" Setelah mendapat jawabannya, ia harus bertanya lagi seperti pertanyaan di atas tadi untuk mendapatkan pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai dan dipelajari siswa sebelum ia mempelajari pengetahuan tersebut. Begitu seterusnya sampai didapat urut-urutan pengetahuan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.

Karena itu, hirarki belajar harus disusun dari atas ke bawah. Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun ketrampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, keterampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu.

Contoh hirarki belajar yang berkait dengan pemfaktoran adalah sebagai berikut. Tidak mungkin seorang siswa SMP dan SMA dapat memfaktorkan jika ia tidak menguasai penjumlahan dua bilangan bulat. Implikasi selanjutnya, jika menemui siswa yang mengalami kesulitan atau melakukan kesalahan, cobalah untuk berpikir jernih dengan menggunakan teori tentang hirarki belajar ini sebagai salah satu acuannya.

Sekali lagi seorang siswa tidak akan dapat mempelajari atau menyelesaikan tugas tertentu jika mereka tidak memiliki pengetahuan prasyaratnya. Karena itu, untuk memudahkan para siswa selama proses pembelajaran di kelas, proses tersebut harus dimulai dengan memberi kemudahan bagi para siswa dengan mengecek, mengingatkan kembali, dan memperbaiki pengetahuan-pengetahuan prasyaratnya.


Sumber :
Shadiq, Fadjar (2008), Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/ MGMP Matematika ”Psikologi Pembelajaran Matematika di SMA”, Yogyakarta : Depdiknas.




PSIKOLOGI TINGKAH LAKU


Tugas seorang guru matematika adalah membantu siswanya untuk mendapatkan: (1) pengetahuan matematika yang meliputi konsep, keterkaitan antar konsep, dan algoritma; (2) kemampuan bernalar; (3) kemampuan memecahkan masalah; (4) kemampuan mengkomunikasikan gagasan dan ide; serta (5) sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Secara umum, tugas utama seorang guru matematika adalah membimbing siswanya tentang bagaimana belajar yang sesungguhnya (learning how to learn) dan bagaimana memecahkan setiap masalah yang menghadang dirinya (learning how to solve problems) sehingga bimbingan tersebut dapat digunakan dan dimanfaatkan di masa depan mereka. Karena itu, tujuan jangka panjang pembelajaran adalah untuk meningkatkan kompetensi para siswa agar ketika mereka sudah meninggalkan bangku sekolah, mereka akan mampu mengembangkan diri mereka sendiri dan mampu memecahkan masalah yang muncul.

Sebagian besar orang memahami psikologi sebagai ilmu yang membahas tentang bagaimana seseorang belajar, tentang bagaimana orang tersebut melakukan atau melaksanakan suatu tugas, dan tentang bagaimana ia bisa berkembang. Seorang guru matematika dapat saja mengembangkan pengetahuan tentang hal-hal yang dibahas psikologi berdasar pada pengalaman mengajarnya. Namun hal itu akan memerlukan waktu yang lama. Dengan bahan ini, diharapkan para guru matematika SMA akan terbantu dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelasnya.

Teori Belajar

Memahami teori belajar dari para pakar psikologi sangatlah penting untuk keberhasilan proses pembelajaran matematika di kelas. Dengan memahami teori belajar yang ada, para guru diharapkan dapat merancang proses pembelajaran di kelasnya dengan lebih baik karena sudah mendasarkan pada teori-teori belajar (learning theory) sebagai acuannya.

Yang perlu diperhatikan guru matematika SMA, setiap teori memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Namun yang paling penting adalah para guru hendaknya dapat menggunakan dengan tepat keunggulan setiap teori tersebut dan meminimalkan kelemahan yang mungkin akan timbul. Terdapat dua macam teori belajar yang dikenal, yaitu teori belajar dari penganut psikologi tingkah laku (behaviourism) dan dari penganut psikologi kognitif (cognitive science).

Teori Psikologi Tinglah Laku

Para penganut psikologi tingkah laku memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) dan balasan dari siswa (response) yang dapat diamati. Mereka berpendapat bahwa semakin sering hubungan antara rangsangan dan balasan terjadi, maka akan semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Di samping itu, menurut mereka, kuat tidaknya hubungan ditentukan oleh kepuasan maupun ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect).

Itulah sebabnya, dua kata kunci para penganutnya adalah ‘latihan’ dan ‘ganjaran’ atau ‘penguatan’ dalam proses pembelajaran. Teori belajar yang dikemukakan penganut psikologi tingkah laku ini cocok digunakan untuk mengembangkan kemampuan siswa yang berhubungan dengan pencapaian hasil belajar (pengetahuan) matematika seperti fakta, konsep, prinsip, dan skill atau keterampilan yang telah digagas Robert M. Gagne sebagai objek-objek langsung matematika.

Fakta, Konsep, Prinsip dan Ketrampilan Matematika

Ahli belajar (learning theorist) Gagne telah membagi objek-objek matematika menjadi objek langsung dan objek-objek tak langsung. Objek langsungnya adalah fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan (FKPK). Sedangkan objek tak langsungnya adalah berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, sikap positif terhadap matematika, ketekunan, ketelitian, dan lain-lain. Jadi, objek tak langsung adalah kemampuan yang secara tak langsung akan dipelajari siswa ketika mereka mempelajari objek langsung matematika.

Jika Anda diminta menentukan hasil dari 5 + 2 x 10, berapa hasilnya? 70 ataukah 25? Hasil yang benar adalah 25. Itulah suatu contoh fakta yang disepakati untuk menghindari kekacauan hasil. Jadi, fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti lambang, notasi, ataupun aturan seperti 5 + 2 x 10 = 5 + 20, di mana operasi perkalian didahulukan dari operasi penjumlahan. Lambang “1” untuk menyatakan banyaknya sesuatu yang tunggal merupakan contoh dari fakta. Seorang siswa dinyatakan telah menguasai fakta jika ia dapat menuliskan fakta tersebut dan menggunakannya dengan benar. Karenanya, cara mengajarkan fakta adalah dengan menghafal, drill ataupun peragaan yang berulang-ulang.

Jika Anda menyebut ’belah ketupat’ di depan para siswa, apa yang seharusnya dibayangkan di dalam pikiran mereka? ’Belah ketupat’ merupakan contoh dari konsep. Kapan siswa disebut telah memahami konsep ’belah ketupat’ dan kapan ia disebut belum memahami konsep tersebut? Jika fakta merupakan kesepakatan, maka konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Seorang siswa disebut telah menguasai konsep belah ketupat jika ia telah dapat menentukan bangun-bangun datar yang termasuk belah ketupat dan yang bukan belah ketupat.Untuk sampai ke tingkat tersebut, para siswa harus dapat mengenali atribut atau sifat-sifat khusus dari belah ketupat. Ada empat cara mengajarkan konsep, yaitu: 
  • Dengan cara membandingkan obyek matematika yang termasuk konsep dan yang tidak termasuk konsep.
  • Pendekatan deduktif, di mana proses pembelajarannya dimulai dari definisi dan diikuti dengan contoh-contoh dan yang bukan contohnya.
  • Pendekatan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya.
  • Kombinasi deduktif dan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya dan kembali ke contoh, atau dimulai dari definisi lalu membahas contohnya lalu kembali membahas definisinya.

Pada intinya, ketika seorang guru atau orang lain menyatakan bilangan genap ataupun persegi-panjang misalnya, maka harus ada bayangan pada benak siswa tentang objek yang dimaksudkan beserta atribut khususnya sehingga ia dapat membedakan yang masuk konsep tersebut dan yang tidak termasuk konsep tersebut.

Prinsip (keterkaitan antar konsep) adalah suatu pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Contohnya, rumus luas lingkaran berikut: L =  x r x r. Pada rumus tadi, terdapat beberapa konsep yang digunakan, yaitu konsep luas (L), konsep beserta nilai pendekatannya (, dan konsep jari-jari (r). Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip luas lingkaran jika ia: (1) ingat rumus atau prinsip yang bersesuaian; (2) memahami beberapa konsep yang digunakan serta lambang atau notasinya; dan (3) dapat menggunakan rumus atau prinsip yang bersesuaian pada situasi yang tepat.

Keterampilan (skill) adalah kemampuan untuk menggunakan prosedur atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu soal.



Sumber :
Shadiq, Fadjar (2008), Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/ MGMP Matematika ”Psikologi Pembelajaran Matematika di SMA”, Yogyakarta : Depdiknas.