Mengapa suatu Standar Kompetensi (SK) maupun suatu Kompetensi Dasar (KD) harus diajarkan mendahului SK maupun KD lainnya?
Atas dasar apa penentuan itu?
Apakah hanya didasarkan pada kata hati para guru dan pakar
saja?
Gagne memberikan
alasan cara mengurutkan materi pembelajaran dengan selalu menanyakan pertanyaan
seperti ini: "Pengetahuan apa yang
lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia berhasil mempelajari suatu
pengetahuan tertentu?" Setelah mendapat jawabannya, ia harus bertanya
lagi seperti pertanyaan di atas tadi untuk mendapatkan pengetahuan prasyarat
yang harus dikuasai dan dipelajari siswa sebelum ia mempelajari pengetahuan
tersebut. Begitu seterusnya sampai didapat urut-urutan
pengetahuan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
Karena itu, hirarki belajar harus
disusun dari atas ke bawah. Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan,
ataupun ketrampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di
puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, keterampilan, atau
pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar
mereka berhasil mempelajari ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu.
Contoh hirarki belajar yang
berkait dengan pemfaktoran adalah sebagai berikut. Tidak mungkin seorang siswa
SMP dan SMA dapat memfaktorkan jika ia tidak menguasai penjumlahan dua bilangan
bulat. Implikasi selanjutnya, jika menemui siswa yang mengalami kesulitan atau
melakukan kesalahan, cobalah untuk berpikir jernih dengan menggunakan teori
tentang hirarki belajar ini sebagai salah satu acuannya.
Sekali lagi seorang siswa tidak
akan dapat mempelajari atau menyelesaikan tugas tertentu jika mereka tidak
memiliki pengetahuan prasyaratnya. Karena itu, untuk memudahkan para siswa
selama proses pembelajaran di kelas, proses tersebut harus dimulai dengan
memberi kemudahan bagi para siswa dengan mengecek, mengingatkan kembali, dan
memperbaiki pengetahuan-pengetahuan prasyaratnya.
Sumber :
Shadiq, Fadjar (2008), Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/ MGMP
Matematika ”Psikologi Pembelajaran Matematika di SMA”, Yogyakarta :
Depdiknas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar