Setiap kejadian kecil pun ada hikmahnya …




Sabtu, 17 Oktober 2009

Putra-putri kita bukan anak kecil




Kita sering mengatakan kepada putra-putri kita: ” Kamu masih kecil ”. Kalimat itu membuat mereka merasa bahwa mereka tidak bisa berfikir seperti orang dewasa. Akibatnya, mereka selalu bergantung kepada kita dalam segala hal.

Ketika mereka dewasa, jiwa mereka tetap anak kecil. Mereka enggan menjenguk paman yang sakit atau malu-malu jika diajak berdialog dengan kepala sekolah. Mereka juga tidak mampu menyelesaikan masalah kecil yang menimpanya. Demikianlah kalimat yang sepele tadi mencetak generasi yang berusia dewasa tetapi berfikiran kecil dan bertekad lemah. Dan membuat mereka tidak bisa berfikir, berkreasi dan berinovasi.


Dalam dunia pendidikan, salah satu kewajiban kita adalah berhenti menyebut putra-putri kita sebagai anak kecil. Dan realitanya, mereka bukan anak kecil. Sebab, anak berusia 5 tahun saja bisa menjadi perawi hadits, apalagi sekedar menghafalnya.

Menurut jumhur ulama, usia minimal seorang muslim untuk dapat meriwayatkan hadits Nabi saw adalah 5 tahun. Orang-orang shalih telah mengambil pelajaran ini dengan baik. Mereka mengajak anak-anak mereka yang masih kecil untuk belajar hadits pada guru-guru besar. Al Khatib Al Baghdadi menceritakan bahwa Abu Ashim berkata: ” Aku membawa anakku yang berusia 3 tahun kepada Ibnu Juraij. Lalu ia mengajarinya hadits Nabi saw ”. Abu Ashim berkata: ” Tidak apa-apa mengajarkan hadits dan Al Qur’an kepada anak seusia itu ”. Maksudnya, jika ia paham.


Sesungguhnya, putra-putri yang masih kecil mempunyai potensi akal dan fikiran yang bisa membuat mereka menjadi inovator. Kita harus mengikutsertakan mereka dalam pembicaraan kita yang sesuai dengan mereka. Kita juga harus mau menjawab pertanyaan mereka dengan penuh kejujuran dan obyektif, tanpa meremehkan kemampuan akal mereka. Dan kita juga harus menjadi pendengar yang baik bagi pendapat dan ide mereka.

Terkadang anak kecil menyampaikan pendapat atau pertanyaan yang membuat kita berfikir tentang suatu gagasan inovatif yang tidak terfikir oleh kita sebelumnya. Percaya atau tidak, ide pembuatan biskuit yang digunakan sebagai wadah es krim berasal dari celetukan seorang anak : ” Mengapa orang-orang tidak memakan bungkus es krim agar tidak membuang sampah di jalan ? ”. Kira-kira begitu pertanyaannya. Dan gagasan inovatif yang berasal dari anak kecil kadang mampu memecahkan banyak masalah yang kita hadapi. Sekarang, pertanyaan yang muncul : apa media praktis yang dapat kita gunakan untuk membangkitkan mental anak kita ?


Pertama, hendaknya kita mendorong mereka untuk berani berbicara atau mengemukakan pendapat meskipun ia masih muda, bahkan di depan orang yang lebih tua. Karena itu akan menambah semangat, kepercayaan diri dan kecintaannya terhadap ilmu.


Kedua, bersikap ramah dan mengakui akan haknya yang benar. Karena itu akan mendidiknya menjadi orang yang ramah, memperjuangkan haknya dan menghargai hak orang lain.

Ketiga, mengajak mereka menjenguk orang yang sakit. Karena pada periode fitrah usianya, sangat potensial untuk memancarkan suber kebaikan sehingga mereka terdidik menjadi anak yang suka mengasihi, menyayangi, dermawan, murah hati dan merindukan persahabatan serta kerjasama.

 
Keempat, mengajak mereka ke masjid untuk mengikuti shalat berjamaah atau majlis ilmu meskipun nantinya mereka akan membuat keributan dan melakukan gerakan-gerakan khas anak-anak. Karena hal itu akan membuat mereka merasa senang, aman dan tentram serta mendorongnya untuk mencintai masjid dan majlis ilmu.


Kelima, berinteraksi dan mengucapkan salam kepada mereka. Karena kita sedang mendoakan para pemimpin masa depan.  Selain itu juga kita sedang membuka komunikasi dengan mereka sehingga efektif dalam mengembangkan kepribadian mereka.


Keenam, ikutsertakan mereka dengan kegiatan yang melibatkan para inovator, intelektual, orang beradab dan tentu saja orang-orang shalih. Karena itu akan memotivasi mereka untuk berinovasi dan berkreasi.





Kepada ayah yang budiman, ibu yang penyayang, para pendidik (apapun profesi anda dan berapapun usia anda sekarang), mari kita maksimalkan usia potensial yang sedang dimiliki anak-anak kita sekarang. Bersama kita mencetak Inovator yang Rabbani. Kita jadikan diri kita pendidik yang kaya strategi dengan mempelajari tindakan para cendekiawan. Be a Genius Teacher !!!



Sumber :
Al Mu’thi, Abdullah Muhammad Abdu. 2008. Be a genius teacher ( Mendidik dengan Kreatif ) Edisi Indonesia hal 51-65. Surabaya : Pustaka eLBA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar